Rintik
hujan menari-nari di keheningan malam. Menyisakan dingin yang menusuk-nusuk
hingga tulang. Usai menunaikan kewajiban, Mala merebahkan tubuh ke kasur yang
belum genap setahun menjadi bagian dari kamarnya itu. Kasur pemberian Saman
sebagai salah satu syarat pernikahan. Mala menatap kamarnya penuh dan haru. Telapak
tangan kanannya meraba tempat tidur dengan lembut. Aroma kain seprai masih
baru. “Hmmh…andai saja!” bisiknya lirih. Lalu sesaat kemudian, suasana kembali
basah. Membanjiri wajah Mala hingga sarung bantalnya ikut basah.
“Assalamu’alaikum,
Mala, makan malam sudah siap, Nak! Makan dulu yuk!”
sapa Ibu. Tak ada jawaban. Maka diulang sekali lagi, “Assalamu’alaikum”
sapa Ibu. Tak ada jawaban. Maka diulang sekali lagi, “Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam,
bu. Duluan aja! Mala belum kenyang.”
Ibu
menghembuskan nafas dalam-dalam. “Mala, jangan begitu! Siang kamu tak makan,
bagaimana bisa kenyang?”
“Mala tadi makan
di luar, Mak!” Mala bohong.
Kreeek.. ! Ibu akhirnya membuka pintu.
“Mala, makan sedikit saja yuk, Nak!”
“Enggak, Mak! Mala nggak selera. Jangan paksa Mala!”
“Enggak, Mak! Mala nggak selera. Jangan paksa Mala!”
Ibu mendekati
Mala. Ditatapnya Mala tengah berusaha menutupi mata yang lembab. “Mala, Ibu
tahu kamu sangat terpukul, namun bukan berarti kau jadi lemah terus-menerus
begini. Mau sampai kapan, Mala? Kamu harus yakin bahwa ini ujian dari Allah.
Kamu pasti bisa melewatinya. Bangkit lah sayang!”
Hening. Tak sepatahpun kata terlontar dari mulut Mala. Hanya air mata yang terus mengalir dan mengalir dari mata Mala. Air mata itu seolah keluar dari bendungan yang pecah karena tak mampu menanggung beban air yang terlampau besar.
Hening. Tak sepatahpun kata terlontar dari mulut Mala. Hanya air mata yang terus mengalir dan mengalir dari mata Mala. Air mata itu seolah keluar dari bendungan yang pecah karena tak mampu menanggung beban air yang terlampau besar.
Pagi kembali menyapa bumi Serambi
Mekkah. Hari ini ahad. Ayah dan Ibu telah menyiapkan segala keperluan untuk
berakhir pekan. Pelabuhan Kuala Langsa adalah tujuan utama. Sejak dulu Mala dan
keluarga memang senang berlibur. Tempat yang dikunjungi pun beragam, dari
tempat yang dekat hingga jauh sekalipun. Langsa, Medan, Lhokseumawe, Banda Aceh
hingga jalur pesisir Meulaboh, Tapak Tuan, hingga Takengon semua telah
dijelajahi oleh keluarga pecinta traveling
ini. Hanya saja, kali ini Fauzan, adik Mala tidak ikut serta karena tengah
menjalani pendidikan di Banda Aceh.
“Mala, udah
siap, Nak? Yuk!” Mala keluar kamar. “Loh, Mala kenapa belum siap? Kan udah
daritadi Mak dan Bapak tunggu?” “Mala gak enak badan, Mak, Pak. Mala enggak
ikut, ya!” Bapak menempelkan punggung tangannya di dahi Mala. “Iya, Bu. Badan
Mala Panas.” Ibu pun turut menempelkan telapak tangannya di dahi Mala. “Ya
Allah! Panas badanmu, Nak!”
“Yasudah,
jalan-jalannya kita tunda saja dulu,” saran Bapak. “Loh, kok gitu Pak? Jangan
dong! Kan Mak sama Bapak aja yang pergi, biar Mala yang jaga rumah,” sahut Mala
merasa tidak enak. Bapak menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kita rekreasi kan
buat Mala. Nah, kalo Mala tak ada, untuk apa?” Ujar Bapak. Ibu mengeluarkan
kotak-kotak berisi makanan dari keranjang makanan. Mala yang merasa usahanya
gagal segera melengos ke dalam kamar. Diraihnya sebungkus air hangat dari atas
meja lalu dilemparnya ke lantai. Sesaat kemudian ia sadar akan kebodohannya.
***
Pepohon bergoyang-goyang diterpa angin
sore. Langit mendung. Jalanan sepi. Sebentar lagi air ditumpahkan dari langit.
Mala menatap langit dari teralis jendela kamarnya. Ia ingin sekali menangis.
Tapi, orang tua Mala tentu tidak akan tinggal diam bila itu terjadi. Ibu maupun
bapak Mala segera menghibur dan berusaha menghentikan tangis Mala. Namun, hal
itu justru membuat Mala terusik. Mala sungguh ingin menumpahkan air matanya
sebanyak mungkin. Mala ingin menangis sepuas-puasnya. Tanpa ada yang mengusik.
Hingga ia lelah sendiri. Hingga air matanya mampat tak mampu keluar lagi. Dan,
mungkin itu akan sedikit mengurangi beban Mala yang begitu berat. Dan, mungkin
itu akan mengalihkan perhatiannya dari bayang-bayang Saman, walau sejenak. Dan,
mungkin itu akan menghapus jejak-jejak kisah kasihnya bersama Saman, kendati
sedikit saja.
bersambung...
bersambung...
Asikkkk,, semakin penasaran sama Samannya nih.
BalasHapusBang Saman, segera pulang bang, segera.!! Saya semakin penasaran siapa abang sebenarnya. (komen versi sinetron)
BalasHapusHujan :'-(
BalasHapus