Sabtu, 13 Juni 2015

“SERIAL LAILA, MALA, DAN SELA” (Petualangan Pencarian Jati Diri)


TAK KENAL? MAKANYA, TA'ARUF DULU...,YUK!



Ini merupakan serial yang gak seru, gak keren, yaa.. biasa-biasa aja. Jadi, kok si penulis PD banget, ya,  nge-posting ini cerita? Ya, gak kenapa-kenapa, sih! Suka-suka aja! Masalah buat loe? Kalau mau baca, silahkan! Kalau gak suka, pergi sana! Gukk…gukk…gukk! (Loh?)

Langsung aja dah, kelamaan basa-basi, ntar malah jadi basi beneran lagi!

Serial ini berkisah tentang tiga ababil alias ABG labil yang baru tamat dari SMA dan hendak ngelanjutin pendidikan ke perguruan tinggi. Ya. “Universitas Jantong Hatee” adalah pilihan. Letaknya yang di ujung Sumatera sebelah barat mengharuskan ketiga cewek ini keluar dari sarangnya dan berhijrah ke sana. Sekedar tahu, mereka tidak berasal dari daerah yang sama. Laila berasal dari pelosok Aceh Utara, Mala dari pesisir Aceh Selatan dan Sela, gadis turunan Aceh lahir dan besar di kota metropolitan-Medan.

Nurlaila yang merupakan gadis pertama pemakai kacamata di kampungnya ini sejak SMP jatuh hati dengan pelajaran IPA. Awalnya, ia suka karena guru pelajaran tersebut tidak lain adalah first love dia. (Duileee :D) Yaa…, walau malang nasib Laila sebab cintanya yang bertepuk sebelah tangan sejak kelas 1 SMP hingga kelas dua SMA itu harus pupus karena sang guru mengakhiri masa lajangnya bersama salah satu guru muda yang baru mengajar di SMP-nya saat ia telah duduk di bangku SMA. (Kaciaan… L) Biarpun begitu, Laila sudah terlanjur jatuh hati dengan IPA. Ia kerap menang mengikuti kompetisi cerdas cermat IPA antar dusun, kampung hingga kecamatan. Makanya, saat berhasil membujuk sang ayah untuk bisa kuliah di UJH itu, segera  ia memilih Sains di urutan terdepan.

Sedang Mala alias Cut Malahayati, lahir sebagai gadis pesisir yang telah akrab dengan dongeng-dongeng leluhur sejak kecil. Nenek moyang Mala yang notabene memiliki catatan sejarah sebagai nelayan yang akrab dengan mantra-mantra sebelum datangnya islam berpengaruh pada para cucu hingga cicit. Mulai dari kakek dan nenek, ibu, ayah hingga ia dan sepupu-sepupunya mahir bersyair. Tak heran, satu buku harian Mala penuh dengan puisi dan cerita pendek kental sastra. Kamarnya pun dipenuhi puisi-puisi artistik yang ia kreasikan sendiri. Bersebab tak ada jurusan sastra murni di Aceh lantas tak mendapat izin merantau ke luar Aceh, tak heran, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi urutan pertama dalam daftar pilihan tes masuk PTN UJH.


Siti Sela Dara Phonna, anak sulung dari tiga bersaudara. Lahir dan besar di Medan. Walau demikian, Ayah dan Ibunya selalu menanamkan nilai-nilai islam dan budaya Aceh terhadapnya dan adik-adiknya. Lantas, usai melaksanakan UN, Ayah langsung to the point, meminta Sela untuk kuliah di UJH, Banda Aceh. Sela si sulung yang memang penurut abis, ya nrimo aja. Lempeng kayak jalanan baru diaspal. Berbeda dengan Laila dan Mala, Sela tak mendapat kepercayaan untuk memilih jurusan yang ia impikan, IT. Bukan karena orang Medan banyak yang suka dengan jurusan Hukum, atau karena kedua orangtua Sela yang keduanya adalah Sarjana Hukum. Hal ini disebabkan karena minimnya kepercayaan orangtua kepada Sela dalam memutuskan sesuatu tentang hidup Sela. Sela…Sela…kasian…kasian… mau jadi apa si sulung pendiam ini kalau nanti ia jadi kuliah di jurusan yang mengharuskan setiap mahasiswanya untuk banyak bicara itu? (-_-") Allahu'a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar