Senin, 12 Mei 2014

Suara-Suara Angin (episode 1)

Sulur-sulur daun kelapa menjuntai tertiup angin sore.  Jalanan tampak ramai oleh anak-anak maupun muda-mudi yang tengah menikmati akhir pekan. Tampak pula di salah satu sudut seorang wanita muda tengah duduk termenung sendiri. Tatapannya lurus ke depan, namun kosong. Wajahnya pucat serupa lilin lebah.  Jilbabnya kusut, sekusut pikirannya saat ini. Bayangan itu pun muncul kembali. Selalu saja manakala sunyi melanda diri.

Malam yang gerimis. Angin kencang. Petir menyalang. Lelaki itu menggedor pintu seperti orang kesurupan. Perempuan muda yang baru saja menuntaskan rakaat akhirnya lantas buru-buru membuka pintu. “Maaf, mas. Saya baru selesai shalat ,“ ucapnya sembari menutup pintu lalu menguncinya kembali.  Lelaki itu diam saja. Tubuhnya basah kuyup. “Mas, mau kumasakkan air hangat dulu untuk mandi atau langsung mandi?” Lelaki itu tak menjawab. Ia lantas segera melesat ke kamar mandi lalu membersihkan tubuh. Perempuan muda bernama lengkap Nurmala pun terdiam. Ia hanya merasa bahwa ada yang aneh pada diri lelaki yang telah hampir setengah tahun menikahinya itu.

Malam kian larut. Nurmala menanti suami di ruang makan. Namun, tak jua ia mendengar telapak kaki sang suami menghampirinya seperti biasa. “Sayang….masak apa hari ini?” Kalimat yang telah amat dihafal oleh Mala. Lalu sesaat kemudian sang suami akan memeluknya erat dan hangat. Dan terobati lah rasa rindu di hati Mala setelah seharian berpisah. Namun, malam ini sepertinya berbeda. Entah oleh sebab apa. Lantas Mala pun berniat menjemputnya. Sayang, ternyata lelaki itu telah tertidur pulas. Mala hanya bisa tersenyum. Getir. Pasalnya lelaki itu tak pernah lantas tidur walau selelah apapun. Paling gak dia memberi kabar agar Mala tak perlu menunggu lama. Sudahlah, mungkin dia sedang menghadapi masalah besar di kantornya….husnudzon, Mala! Husnudzon! Mala lantas menyantap makanan seorang diri malam itu. Dan, itu adalah awal dari kehancuran mahligai yang baru saja dibangun dengan susah payah oleh sepasang kekasih itu. Mala dan Saman. Awal dari alasan mengapa Mala dan Saman harus berpisah. Menyisakan serpihan-serpihan kenangan yang sesekali membuat Mala tersenyum, lalu sesaat membuatnya meneteskan air mata.
Siang nan terik. Mala tahu ini adalah hari yang baik untuk ia dan Saman pergi berlibur. Kalau perlu berbulan madu singkat. Betapapun, kesibukan beberapa pekan ini lumayan mengganggu kemesraan hubungan mereka berdua. Maka, tepat ketika Saman selesai menghabiskan sarapannya, Mala pun angkat bicara, “Bang, keluar yuk! Refreshing! Kita kan udah lama gak jalan-jalan berdua! Aku kangen… ,” bujuk Mala, manja. Saman tak menyahut sepatahpun. Ia justru beranjak dari kursi lalu melesat ke ruang kerja.
“Bang, kenapa tak menjawab? Gak mau ya?” 
“Aku capek, Mala. Ini hari libur. Lebih baik kita isi stamina kita masing-masing untuk seminggu ke depan. Pekerjaanku di kantor menumpuk! Tahu!”
“Ooh, begitu ya? Tapi, apa abang mesti menjawabnya dengan kasar begitu? Tak bisa ya kalau bicaranya biasa aja?” Air mata Mala mengalir begitu saja di pipi putihnya.
“Kamu ini kenapa? Akhir-akhir ini sensi aja kerjanya? Bentar-bentar bilang aku kasar lah…terus nangis lah!”
“Tanyakan sendiri pada dirimu, Bang! Aku capek!” Mala tak sanggup. Ia lari ke kamar. Meninggalkan Saman dengan ekspresi yang berubah. 

***

Ini sudah bulan kesembilan pernikahan. Saman tetap belum berubah. Ia masih kaku, bahkan semakin kaku sejak tiga bulan lalu. Hingga saat ini, Mala pun belum jua dapat menemukan penyebab perubahan sikap suaminya. Ia bersyukur, masih ada banyak orang di sekeliling yang mampu menghiburnya. Mereka pun belum tahu perihal keretakan hubungannya dengan Sam. Namun, bau-bau ketidakwajaran sesekali tercium oleh sahabat dekatnya, Jamila. “Kau kenapa Mala? Matamu sembab seperti habis nangis gitu?” Jika ditanya begitu Mala hanya menjawab singkat, “Tak apa-apa. Semalam nonton film india. Sedih banget filmnya. Jadi, aku nangis gitu saking terbawanya. Hehe.” Jamila tau bahwa sahabat sejak SMP-nya itu sangat senang dengan film India. Namun, apa mungkin hampir setiap malam Mala menangis karena nonton film India? Memangnya Mala cuma punya stok film India yang berjenis tragedi? Setahu Jamila film India tak semuanya bersifat galau. Justru di zaman modern ini harusnya banyak yang lebih ceria. Ah, Allahu’alam! Mudah-mudahan saja tak terjadi hal-hal buruk terhadap Mala. Aamiin.  Jamila hanya bisa berdoa dalam hati. Nyaris setiap hari.
***

Mala mengambil mushaf. Matanya berlinangan air mata. Pipinya lembam. Ia tahu bahwa Saman lelaki shaleh. Tapi, ia tak menyangka bahwa Saman akan sampai hati memukulnya dengan kalap hanya gara-gara Mala tak mau melayaninya. Mala sungguh bukan tak mau. Mala hanya meminta untuk menunda setelah ia beristirahat sebentar. Malam itu Mala memang sangat lelah. Sepulang dari sekolah ia langsung ke supermarket membeli segala macam keperluan dapur dan juga bahan-bahan untuk dimasak hari itu. Ia yakin sekali bahwa malam itu Saman akan pulang lebih awal dan berubah kembali seperti beberapa bulan lalu. Begitu ia setiap hari berharap dan berdoa. Pasalnya, tiap kali bersitegang, Saman tak pernah menjawab satu pertanyaan Mala, “Apa salah Mala, Bang? Mengapa Abang berubah?” Mala pun pulang membawa beberapa barang kemudian disusul sebuah becak mesin yang membawa sisa barangnya yang berat dan banyak itu.    
Usai membersihkan rumah. Mulailah Mala sibuk sendiri di dapur. Ia masak banyak sekali makanan. Ada sayur pliek, sayur rebus, sambal belacan, ayam tangkap, dan ikan digulai Aceh. Tak lupa ia masak kue bolu khasnya yang menjadi kesukaan Saman sewaktu baru-baru menikah. Mala tak perlu khawatir bahwa Saman akan bersikap dingin lagi padanya. Karena, untuk urusan makan, Saman selalu lebih memilih di rumah. Ia tak begitu suka makanan di luar. 

Makanan pun telah terhidang dengan cantik. Secantik rupa dan penampilan Mala saat itu. Ia menanti sejak bakda isya hingga pukul sebelas lewat, Saman belum juga muncul. Sayup-sayup mata mala terpejam. Ia mulai merasakan lelah melingkupi tubuhnya. Pegal-pegal mulai terasa, di bagian tangan, kaki, lalu badan. Kelelahan membuatnya mengantuk. Hingga tertidur selama beberapa menit, lalu terbangun oleh suara ketukan pintu. “Abang pulang..” Mala bangkit dengan jalan tergopoh. 

Usai mandi Saman segera menghabiskan makanan. Ia begitu manis malam ini. Mungkin karena ia sadar, istrinya telah berupaya memasak dan berdandan cantik untuknya malam ini. Mala pun tampak berbinar saat Saman meminta tambah nasi. Begitu pula saat Saman mengucapkan terima kasih dengan lembut. Walau tak selembut beberapa bulan lalu. “Sama-sama, abang..” Mala bersyukur banyak-banyak dalam hati. Ia berharap itu bukan mimpi. Namun, semua itu berakhir kala Saman mendekatinya lalu hendak menciumnya. Mala berkata, “Bang, aku tidur setengah jam aja dulu boleh ya? Biar lebih fit. Aku capek banget soalnya. Takutnya nanti abang kecewa.” Seketika itu pula ekspresi Saman kembali seperti semula. Mala merasa tak enak hati. Ia menyesal, lalu mengejar Saman yang berlalu ke kamar tanpa bersuara. “Bang, aku minta maaf, baiklah kalau….” Langkah Saman terhenti, “Tak usah, abang sudah tak bergairah!”
“Bang….maafkan adek!” Saman melesat ke kamar, lalu menghempaskan tubuh ke kasur.  Mala merasa tak puas, ia terus berusaha. “Bang, Ayok! Aku mau! Adek gak jadi tidur!” Saman tak bergeming. “Bang…..hiks!” Saman bangkit, “Dengar, kalau kamu memang tak mau bilang saja! Tak usah pakai alasan segala! Lagian saya kan sudah bilang, tak bergairah lagi! Dengar!”  Mala menggigit bibit. Saman kembali membaringkan badan. Mala benar-benar menyesal telah merusak suasana. “Bang, abang..maaf….” Saman menutup telinga dengan bantal. “Jangan seperti anak kecil, Mala!” Mala naik pitam, kelelahan yang teramat besar ditambah kesedihan mendalam karena sikap Saman membuatnya kalap. “Bang Saman, sebenarnya yang seperti anak kecil siapa? Ha? Kau berubah sejak tiga bulan lalu secara tiba-tiba! Tanpa alasan yang jelas kau selalu bertingkah seperti orang lain! Kata-katamu kasar! Sikapmu bahkan lebih rendah dari bocah ingusan! Malam ini, katakan! Katakan bang! Apa salahku hingga kau berubah begini! Katakan jika kau membenciku! Atau sekalian saja ceraikan aku! Talak aku bang! Hiks….hiksss! Mala meraung. Berteriak-teriak seperti orang gila. “Plak!” Satu tamparan keras melayang di pipi basah Mala. Mala terhuyung. Pingsan. Paginya ia menemukan diri terbaring di kasur dengan ditemani sepucuk surat terlipat rapi di sisinya.

Teruntuk Nurmala
Assalamu’alaikum
Maaf, atas segala sikapku yang menyakitimu…
Maaf atas dosaku yang begitu besar hingga membuatmu terzalimi selama beberapa bulan ini. Sungguh, aku telah berupaya agar dapat mencintaimu dengan tulus. Namun, bayangan almarhum Syifa tak pernah lekang dari ingatan. Baru kusadari, selama ini aku hanya terlena karena kemiripan yang ada padamu dengan Syifa. Aku tak dapat mencintaimu, Mala. Aku tahu ini salah. Tapi, kita baru saja menikah. Aku dilema oleh kegelisahan ini. Hingga akhirnya bermuara pada sikapku padamu yang berubah. Aku tak ingin mambuatmu semakin tenggelam dalam harapan palsu. Namun, yang terjadi justru kau tersakiti. Maafkan aku, Mala.
Aku bingung mencari solusi untuk masalah ini. Selama tiga bulan aku merasa dihantui rasa bersalah karena bersikap keras padamu. Tapi, kau terus saja bertahan. Oleh karena itu, semalam aku ingin segera menghentikan semua ini. Aku tak ingin kau lebih lama lagi terluka. Aku sengaja pulang telat tadi malam. Dengan begitu kutahu, kau pasti telah sangat lelah. Kau tentu akan menolak bila aku minta untuk  melakukan itu. Oleh karena itu, aku sengaja melakukannya untuk memancing amarahmu, lalu meminta cerai.  Dan, itu berhasil.
Betapapun, kau tak salah, Mala. Aku yang salah! Aku yang jahat! Aku yang berdosa! Kuharap dengan kita berpisah, kau akan terlepas dari penderitaan bersamaku. Aku yakin, cepat atau lambat, kau akan menemukan kebahagiaanmu. Aku akan selalu mendoakanmu. Wassalam
“Kriiiiing!” Suara telepon genggam itu memecah lamunan Mala. Wajahnya telah bersimbah air mata. Ia tolak panggilan itu. Lalu bangkit dari tempat duduk. Pulang.



Bersambung...
 

2 komentar:

  1. keren li cut,,
    kapan nih sambungan nya segera tayang??

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha maunya gituuu tp penyaket malas neeeeee huhuhu

      Hapus