Selasa, 17 Mei 2016

Bicara atau Diam?

Bismillahirrahmannirrahhiim

Rasulullah pernah bersabda, “Berkatalah yang baik atau diam.” Jelas, kita tahu apa maksud dari pernyataan tersebut. Kalau ingin dikaji mendalam, tentu akan menghabiskan berlembar kertas, berjam-jam waktu. Dalam coretan sederhana ini, saya hanya ingin mengajak kita semua agar mengingat kembali pesan di atas serta kembali merenungi apakah kita sudah mengamalkan pesan tersebut? Atau jangan-jangan kita belum memahami kalimat tersebut? Sehingga selama ini kita terkesan tidak peduli atau pura-pura tuli? Allahu’a’lam.

Maraknya jenis dan model gadget serta media sosial dewasa ini menghantarkan kita pada titik yang mengharuskan kita untuk ikut melebur bersamanya. Teknologi, informasi serta komunikasi berperan besar  dalam menentukan kemajuan peradaban era ini. Siapa yang ketinggalan, habis lah! Begitu kira-kira slogannya! Ketinggalan zaman, kuno, kolot dan julukan lain yang menggambarkan bahwa orang tersebut telah tergerus arus globalisasi. Padahal, tanpa disadari, banyak pihak masa kini yang justru telah tergerus arus globalisasi oleh karena gagal paham.

Sah-sah saja bila teknologi semakin canggih, media penyebaran informasi semakin pesat dan sarana komunikasi dengan sedemikian rupa bentuk fasilitasnya terus meningkat. Itu seharusnya menjadi kabar gembira bagi kita semua. Tapi, lagi-lagi, manusia kembali pada fitrahnya. Lalai. Lupa.

Lantas, apa kaitan antara hadist di atas dengan pesatnya teknologi, informasi dan komunikasi saat ini?

Manusia semakin kekanak-kanakan. Manusia semakin tidak mampu menahan malunya. Manusia semakin tak kuasa membendung emosinya. Manusia senantiasa menuruti nafsunya. Manusia tak tahan menahan aibnya sendiri, apalagi orang lain.

Dulu, alih-alih terkait keluarga, masalah pribadi sendiri pun hanya diri dan Tuhan serta orang-orang tertentu yang tahu. Kini? Kita sedang di mana, sedang apa, makan apa, minum apa, kondisi mood gi mana, pacarnya siapa, suami/istrinya setia atau tidak, kesukaan suami/istri apa, metamorfosa anaknya tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, bahkan ada yang suka ompol di celana hingga duduk di bangku sekolah dan lain-lain, semua orang tahu!

Hal yang tak kalah penting, banyak pejabat yang seharusnya menjadi teladan justru tak segan mempertontonkan perilaku kekanak-kanakan yang pada akhirnya menjadi bahan tertawaan bocah SMP. Duh aduh, wibawa hilang gegara tak mampu menahan diri untuk tidak meng-update status, gerah bila tak menyindir rival, gelisah bila tak membalas, tak enak bila tak membuat sensasi. Dan, itu tidak hanya berlaku bagi kalangan public figure, namun juga bagi kalangan masyaakat jelata antah berantah.

Artinya, banyak dari kita yang saat ini lebih memilih untuk banyak berbicara ketimbang diam. Kalau pembicaraannya bagus sih, tak masalah. Lah, ini? Keluhan, curhatan, serapah, juga hal tak penting lain. Ada memang, beberapa tipikal manusia pendiam dalam dunia nyata, tapi di dunia maya justru berubah 200 % dan bertingkah lebih aneh.

Namun, lagi-lagi. Kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi itu penggunaannya ibarat mata pisau. Jika kita pergunakan baik, maka baik lah dia. Jika sebaliknya, ya hal buruklah yang terjadi. Maka, menyuguhkan sajian positif bahkan menginspirasi dapat menjadi solusi. Itu justru membuahkan ridha Allah serta pahala. Tak perlu merasa canggung atau merasa takut dianggap sok alim. Semua bergantung niatan.

Jika kita mau bernostalgia, mengapa dulunya tak ada kasus penipuan jenis kelamin?
Mengapa pula anak sekarang harga dirinya semakin turun?
Mengapa juga wibawa guru terhadap murid saat ini sangat minim?
Demikian pula sopan santun serta rasa menghormati siswa terhadap guru seakan pudar?
Ya. Hanya kita yang tahu jawabannya. Maka, “Berkata baik lah, atau diam!”

Allahu’a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar