Rabu, 10 Januari 2018

Merekam Sejarah, Mengukir Sejarah

“Jika kamu bukan seorang yang kaya raya (konglomerat) atau seorang ulama besar, jadilah seorang penulis’’. Imam Al-ghazali.
“Penulis adalah tali pengikat ilmu.” Ali bin Abi Thalib
Dua kalimat bijak di atas seyogianya mampu memotivasi kita untuk menulis. Menulis memang bukanlah sebuah paksaan. Menulis juga bukan sebuah kewajiban yang apabila ditinggalkan akan menyebabkan seseorang berdosa. Namun, dengan menulis, seseorang akan terus dikenal. Dengan menulis, sejarah tidak akan pudar ditelan zaman. Adapun produk dari kegiatan menulis yang bermanfaat dalam mencatat sejarah dunia, antara lain sebagai berikut.
1. Hikayat Aceh
Hikayat Aceh merupakan sebuah literatur Aceh berbentuk liris berisi prosa. Dengan kata lain, hikayat merupakan syair panjang yang mengisahkan berbagai sejarah Aceh. Hikayat-hikayat tersebut ditulis oleh para ulama Aceh di masa lampau. Pada zaman ini, banyak pula para penulis yang menulis kembali hikayat-hikayat lama menjadi hikayat baru. Penulis sekaligus penyair hikayat yang fenomenal di Aceh ialah Adnan PM. Toh. Sementarapenulis hikayat zaman sekarang ialah Taufik Ismail dengan salah satu karyanya ialah Hikayat Hasan Hosen. Adapun contoh dari sejarah Aceh yang telah berhasil direkam dan eksis hingga saat ini antara lain: Hikayat Prang Sabi, Hikayat Cabe Rawit dari Aceh Selatan, Hikayat Raja Aceh, Hikayat Tsunami, Hikayat Syair Perahu, dan lain-lain.
2. Puisi dan Cerpen
Melalui puisi dan cerpen, banyak pula sejarah terekam dan menjadi pembelajaran di masa kini. Tulisan-tulisan tersebut tentunya yang berisi nilai sejarah, sosial, dan budaya. Lazimnya, tulisan jenis ini ditemukan di koran-koran nasional maupun lokal. Di Aceh, dua penerbit surat kabar yang merekam jejak-jejak Aceh melalui tulisan antara lain Serambi Indonesia dan Harian Aceh. Oleh karena itu, tidak heran, cerpen maupun puisi yang diterbitkan cenderung berisi nilai-nilai budaya, sosial, maupun sejarah Aceh. Selain di media surat kabar, tidak jarang pemerintah maupun para sastrawan Aceh mengadakan lomba-lomba antologi. Beberapa penulis puisi dan cerpen Aceh yang produktif antara lain Helmi hass, Doel CP Allisah, Fikar W Eda, Wiratmadinata, Nurdin F Joes, Sulaiman Tripa, Mustafa Ismail, Arafat Nur, Harun Al Rasyid, Saiful Bahri, Musmarwan Abdullah, M Nasir AG, AA Manggeng, Agus Nur Amal,. Pada era ini, sastrawan perempuan mulai bermunculan. Sebut saja D Kemalawati, Nani HS, Wina SW1, Faridha, Faridah, Rianda dan Virsevenny.
3. Novel
Rh. Fitriadi, Tayeb Loh Angen, Arafat Nur adalah segelintir novelis Aceh. Mereka telah menulis lebih dari satu buku. Karya-karya mereka bernafaskan sosial, sejarah dan budaya Aceh. Karya Rh. Fitriadi yang fenomenal yakni Marwah di Ujung Bara. Novel Tayeb Loh Angen tentang masa konflik Aceh yakni Teuntra Atom. Arafat Nur yang juga pentolan FLP Aceh merupakan penulis paling produktif di Aceh, dua novelnya yang menggambarkan Aceh yaitu Burung Terbang di Kelam Malam dan Lampuki.
Dari keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa melalui tulisan, kita juga dapat merekam sejarah. Melalui tulisan pula, para penulis tersebut dikenal oleh rakyat. Melalui karya-karya tulisan, mereka telah membuktikan bahwa tidak harus kuliah di FKIP Sejarah untuk bisa menjadi duta sejarah. Melalui tulisan pula, tidak perlu melakukan suatu hal sensasional untuk mengukir sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar